Banggasejarah - Bangsa
Indonesia percaya bahwa nenekmoyang dari bangsa ini merupakan pelaut-pelaut
tangguh. Bukti sejarah menunjukkan bahwa kerajaan-kerajaan besar Indonesia
sudah mampu berkelana mengarungi lautan untuk berinteraksi dengan bangsa lain.
Walau akhirnya bangsa penjajah “berhasil” membungkam kemampuan bangsa Indonesia
untuk menguasai lautan masih ada suku-suku di Indonesia yang sanggup bertahan
hidup mengandalkan laut saja.
Jauh
sebelum kedatangan orang-orang Eropa di perairan Nusantara pada paruh pertama
abad XVI, pelaut-pelaut negeri ini telah menguasai laut dan tampil sebagai
penjelajah samudra. Kronik China serta risalah-risalah musafir Arab dan Persia
menorehkan catatan agung tentang tradisi besar kelautan nenek moyang bangsa
Indonesia.
Serangkaian
penelitian mutakhir yang dilakukan Robert Dick-Read (Penjelajah Bahari:
Pengaruh Peradaban Nusantara di Afrika, 2008) bahkan memperlihatkan fenomena
mengagumkan. Afrikanis dari London University ini, antara lain, menyoroti
bagaimana peran pelaut-pelaut nomaden dari wilayah berbahasa Austronesia, yang
kini bernama Indonesia, meninggalkan jejak peradaban yang cukup signifikan di
sejumlah tempat di Afrika. Buku ini bercerita tentang pelaut-pelaut Nusantara
yang berlayar sampai ke Afrika pada masa lampau, jauh sebelum bangsa Eropa
mengenal Afrika selain gurun Saharanya, dan jauh sebelum bangsa Arab dan
Shirazi menemukan kota kota-kota eksotis di pantai timur Afrika seperti
Kilwa,Lamu dan Zanzibar.
Memang
nenek moyang kita pada waktu itu memakai apa sehingga bisa menelaah dunia laut
yang pada masa itu merupakan dunia yang penuh misteri dan ganasnya?. Jangan
membayangkan dulu kapal-kapal besar nan megah seperti yang ada di film-film
barat semacam pirates of caribean
atau film-film bertema kelautan sejenisnya. Tapi hanya menggunakan perahu kecil
sederhana sejenis kano. Tapi berkat kehandalan dari para pelaut kita. Pelaut
kita berhasil mengarungi samudra lautan tanpa menggunakan peraltan-peralatan
yang canggih.
Indonesia dilalui oleh angin musim.
Pada bulan-bulan Mei - Juli bertiuplah angin musim timur atau disingkat angin
timur. Angin bertiup dari arah timur ke barat. Para pelaut memnfaatkan angin
tersebut. Pada saat bertiup angin timur mereka berlayar menuju ke barat. Dengan
demikian kapal-kapal mereka didorong oleh angin timur, sehingga pelayaran
lancar.
Sebaliknya pada bulan Desember -
Februari bertiup angin musim barat atau disingkat angin barat. Angin tersebut
bertiup dari arah barat ke timur. Pada bulan-bulan tersebut para pelaut
berlayar menuju arah timur. Dengan demikian tujuan pelayaran ditentukan oleh
angin. Apakah sebabnya? Karena para pelaut menggunakan kapal layar.
Ilmu perbintangan berguna sebagai
pedoman arah (mata angin) pada pelayaran malam hari. Berlayar pada siang hari,
mudah mengetahui arah mata angin, karena berpedoman pada matahari. Ketika malam
tiba matahari tak tampak, oleh karena itu para pelaut menggunakan
bintang-bintang sebagai pedoman pelayaran di malam hari. Misalnya kelompok
bintang Pari sebagai pedoman untuk mengetahui titik selatan. Kelompok bintang
Biduk Besar sebagai pedoman untuk mengetahui utara.
Setelah diketahui titik selatan dan
utara maka mudahlah untuk mengetahui titik barat dan timur. Mengapa para pelaut
pada zaman dahulu menggunakan bintang-bintang sebagai pedoman arah? Sebab
mereka belum mengenal kompas.
Munculnya bintang-bintang tertentu
juga dapat untuk mengetahui musim. Misalnya pada zaman dahulu pelaut-pelaut
dari Biak mengenal Bintang Scorpio untuk mengetahui musim badai. Bintang
Scorpio itu mereka namakan Romangwandi.
Bila bintang Romangwandi telah muncul di langit, suatu tanda bahwa musim badai
dan ombak besar di lautan telah lewat. Para pelaut pun beramai-ramai turun ke
laut pergi berlayar.
Perahu lancang Kuning (Riau)
Perahu Lancang Kuning berasal dari
rumpun dan daerah Melayu. Pada Zaman dahulu, Perahu Lancang Kuning merupakan
lambang kekuasaan kerajaan dan digunakan sebagai perahu resmi kerajaan Siak Sri
Indra Pura. Sekarang perahu ini digunakan sebagai alat transportasi masyarakat
riau oleh suku asmat
Perahu Phinisi Bugis (Sulawesi
Selatan)
perahu
yang dirancang oleh suku bugis ini terkenal karena kehandalan nya mengarungi
samudra dan proses pembuatan nya yang unik. Kapal ini umumnya memiliki dua
tiang layar utama dan tujuh buah layar, yaitu tiga di ujung depan, dua di
depan, dan dua di belakang; umumnya digunakan untuk pengangkutan barang
antarpulau dan memiliki berat sekitar 100-200 ton.
Perahu jukung (kalimantan)
Perahu
jukung adalah perahu khas yang sering digunakan oleh warga suku Banjar. Bahkan,
jauh sebelum suku Banjar muncul dan berkembang, perahu jukung telah digunakan
sebagai alat transportasi penting dalam penyebaran penduduk dari pesisir menuju
pedalaman Kalimantan. Dan juga sebagai perahu untuk membawa barang dagangan
yang dipasarkan di pasar terapung.
Perahu borobudur (Jawa)
Kapal
Borobudur adalah kapal layar bercadik ganda terbuat dari kayu yang berasal dari
abad ke-8 di Nusantara yang digambarkan dalam beberapa relief di candi
borobudur Kegunaan cadik adalah untuk menyeimbangkan dan memantapkan perahu.
Kapal Jung (Jawa)
Kapal
jung kapal berukuran besar yang memiliki empat tiang layar, terbuat dari papan
berlapis empat serta mampu menahan tembakan meriam. memiliki Bobot jung
rata-rata sekitar 600 ton, keunikan lainya dari kapal ini adalah pada proses
pembuatan nya yang tidak memakai paku atau bahan perekat lainya seperti
perahu-perahu besar lainya di dunia. Dahulu kerajaan demak menggunakan nya
untuk mengangkut pasukan dalam jumlah besar.
Perahu patorani (Sulawesi Selatan)
kapal ini pernah digunakan oleh armada Kerajaan Goa dan
berfungsi sebagai kapal nelayan, khususnya untuk menangkap ikan terbang.
Perahu jukung karere (Papua)
perahu ini memiliki panjangnya sekitar 15 meter. Suku asmat;
suku-suku di papua berada di pesisir pantai dan di pelataran gunung menggunakan
nya untuk berdagang atau alat transportasi
dari berbagai sumber
No comments:
Post a Comment