Iwa Koesoemasoemantri (lahir di Ciamis, 31 Mei 1899), adalah seorang politikus Indonesia. Iwa lulus dari
sekolah hukum masa Hindia Belanda dan di Belanda sebelum menghabiskan waktu
di sebuah sekolah di Uni Soviet. Setelah kembali ke
Indonesia ia membuktikan dirinya sebagai seorang pengacara, nasionalis,
kemudian seorang tokoh hak-hak pekerja. Selama dua puluh tahun pertama
kemerdekaan Indonesia, Iwa memegang beberapa posisi kabinet. Setelah pensiun ia
melanjutkan pengabdiannya dengan terus menulis. Pada tahun 2002 Iwa dinobatkan
sebagai Pahlawan
Nasional Indonesia.
Setelah menyelesaikan pendidikan dasar di sekolah yang
dikelola oleh pemerintah kolonial Belanda, ia berangkat ke Bandung, di mana ia
masuk di Sekolah Pegawai Pemerintah
Pribumi (Opleidingsschool Voor inlandse Ambtenaren, atau OSVIA ). Tidak
mau mengadaptasi budaya Barat dalam menuntut ilmu di sekolah, ia keluar dan
pindah ke Batavia (sekarang Jakarta) untuk masuk di sekolah hokum. Ia juga
bagian dari Jong Java, sebuah organisasi pemuda di Jawa.
Iwa lulus pada tahun 1921 dan melanjutkan studinya di Universitas
Leiden di Belanda. Di negara itu ia bergabung dengan Serikat
Indonesia (Indonesische Vereeniging), sebuah kelompok
nasionalis para intelektual Indonesia. Dia menekankan bahwa Indonesia harus
bekerja sama, terlepas dari ras, keyakinan, atau kelas sosial, untuk memastikan
kemerdekaan dari Belanda; ia menyerukan tentang non-kerjasama dengan kekuatan-kekuatan
kolonial. Pada tahun 1925 ia pindah ke Uni Soviet untuk menghabiskan setengah
tahun belajar di Universitas Komunis kaum tertindas dari Timur di Moskow. Di Uni Soviet ia sempat
menikah dengan seorang wanita Ukraina bernama Anna Ivanova;
keduanya memiliki seorang putri, bernama Sumira Dingli.
Setelah kembali ke Hindia tahun 1927, Iwa bergabung dengan Partai
Nasional Indonesia dan bekerja sebagai pengacara. Dia kemudian pindah ke
Medan, Sumatera Utara, di mana ia
mendirikan surat kabar Matahari Terbit; koran yang mengaspirasi
hak-hak pekerja dan mengkritik perkebunan milik Belanda yang besar di daerah
itu. Karena tulisan-tulisannya, dan mengikuti upaya untuk mengorganisir serikat dagang, pada 1929 Iwa
ditangkap oleh pemerintah kolonial Belanda dan menghabiskan satu tahun di
penjara sebelum dibuang ke Banda Neira, di Kepulauan Banda, untuk jangka
waktu sepuluh tahun.
Ketika di Banda, Iwa menjadi seorang Muslim yang taat, namun
ia terus percaya pada nilai Marxisme. Dia juga bertemu beberapa
tokoh nasionalis terkemuka yang juga ada di pengasingan, termasuk Muhammad Hatta, Sutan Sjahrir, dan Tjipto
Mangunkusumo. Iwa kemudian kembali ke Batavia dan, selama pendudukan
Jepang (1942-1945) dioperasikan sebuah firma hukum di sana. Ia juga memberikan
beberapa kuliah tentang penyebab nasionalis, di bawah pengawasan ketat pasukan
pendudukan Jepang.
Sebagai akibat dari kekalahan Jepang di Pasifik yang semakin
jelas, pemimpin nasionalis Indonesia mulai mempersiapkan kemerdekaan. Iwa
menyarankan penggunaan istilah proklamasi, yang akhirnya digunakan dan membantu
menyusun UUD 1945.
Indonesia memproklamasikan
kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Selama
bulan-bulan awal revolusi yang kemudian diikuti dengan proklamasi, Iwa bekerja
sama dengan elemen baru, pribumi, dan pemerintah. Pada tanggal 31 Agustus ia
terpilih sebagai Menteri Sosial dalam kabinet pertama di
bawah Presiden Soekarno. Dia menjabat sampai
November 1945. Ia kemudian bergabung dengan Persatuan Perjuangan, yang dipimpin
oleh Tan Malaka. Ia dituduh terlibat dan sempat ditahan karena didakwa terlibat
dalam Peristiwa
3 Juli 1946, yang menyebabkan pemerintah Indonesia memenjarakannya;
tahanan lainnya termasuk Muhammad Yamin, Achmad Soebardjo, dan Tan Malaka.
Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949, dan
di Republik
Indonesia Serikat yang baru ini, Iwa menjabat sebagai anggota Dewan
Perwakilan Rakyat hingga 1950. Pada tahun 1953 Iwa terpilih sebagai Menteri
Pertahanan Pertama di Kabinet Ali Sastroamidjojo, di bawah
Perdana Menteri Ali
Sastroamidjojo; masa jabatannya berlangsung sampai tahun 1955. Pada
tahun 1957 Iwa menjadi rektor di Universitas
Padjadjaran di Bandung. Jabatan politik terakhir, 1963-1964, adalah
sebagai menteri untuk Kabinet Kerja IV.
Setelah pensiun dari politik, Iwa menulis panjang lebar, yang
sering bertema tentang sejarah. Karya yang diterbitkan dalam periode ini
termasuk Revolusi Hukum di Indonesia,
Sejarah Revolusi Indonesia
(dalam tiga jilid). Pokok-Pokok dan
Ilmu Politik (Muamalah Politik). Dia meninggal pada 27 November 1971 di
Jakarta dan dimakamkan di Taman
Pemakaman Umum Karet Bivak. Pada 6 November 2002 Iwa
dinyatakan sebagai Pahlawan
Nasional Indonesia. Menurut sejarawan Indonesia Asvi Warman Adam, ini
adalah sebuah proses, karena afiliasi Iwa dengan Tan Malaka dan kepentingan komunis
lainnya, upaya yang sebelumnya tidak didukung oleh pemerintahan Orde Baru di bawah rezim Presiden Suharto.
Sumber :
- Iwa
Kusumasumantri (2008). Sang Pejuang
dalam Gejolak Sejarah : Otobiografi Prof. Mr. R.H. Iwa Kusuma Sumantri [The Fighter Amidst History's Fluctuations : Autobiography
of Prof. Mr. R.H. Iwa Kusuma Sumantri] (dalam bahasa Indonesia).
Bandung: Padjadjaran University. (Internet) diakses pada hari Jum’at, 12
September 2014.
- wikiedia.id
No comments:
Post a Comment