sumber foto : kompasiana.com |
Banggasejarah
: Bagi suatu pemerintahan diktator kebenaran merupakan bahaya baginya, sebab
kebenaran akan membuka seluruh jaringan manipulasinya. Berita-berita yang
berasal dari foto jurnalisme serta data dokumenter lainnya memang memiliki daya
yang sangat kuat. Misi pertama pers dalam suatu masyarakat yang demokratis atau
suatu masyarakat yang sedang berjuang untuk menjadi demokratis adalah
melaporkan fakta. Misi ini tidak akan mudah dilaksanakan dalam suatu situasi
ketidak adilan secara besar-besaran dan pembagian yang terpolarisasi.
Terkucilnya prospek kebebasan pers jelas merupakan bagian dari redupnya prospek
demokratisasi. Perkembangan dan pertumbuhan media massa atau pers di Indonesia
tidak dapat dipisahkan dari perkembangan dan pertumbuhan sistem politik
dinegara ini.
Banyak
pers yang khawatir bahwa keberadaannya akan terancam di saat mereka tidak
mengikuti sistem yang berlaku. Oleh karena itu guna mempertahankan
keberadaannya, pers tidak jarang memilih jalan tengah. Cara inilah yang sering
mendorong pers itu terpaksa harus bersikap mendua terhadap suatu masalah yang
berkaitan dengan kekuasaan. Dalam kaitan ini pulalah banyak pers di negara
berkembang yang pada umumnya termasuk di Indonesia lebih suka mengutamakan
konsep stabilitas politik nasional sebagai acuan untuk kelangsungan hidup pers
itu sendiri. Diawal kekuasaannya, rezim pemerintahan orde baru menghadapi
Indonesia yang traumatis. Suatu kondisi dimana kehidupan ekonomi, politik,
sosial, budaya serta psikologis rakyat yang baru tertimpa prahara. Politik satu
kata yang tepat ketika itu kemudian dijadikan formula orde baru, yakni
pemulihan atau normalisasi secepatnya harus dilakukan, jika tidak kondisi
bangsa akan kian berlarut-larut dalam ketidak pastian dan pembangunan nasional
akan semakin tertunda. Konsentrasi bangsa diarahkan untuk pembangunan nasional.
Hampir seluruh sektor dilibatkan serta seluruh segmen masyarakat dikerahkan
demi mensukseskan pembangunan nasional tersebut. Keterlibatan seluruh sektor
maupun segmen masyarakat tersebut agaknya sebanding dengan beban berat warisan
Orde Lama yang ditimpakan kepada Orde Baru. Pemerintah Orde Baru
memprioritaskan trilogi pembangunannya yakni stabilitas, pertumbuhan ekonomi
dan pemerataan sebagai kata kunci yang saling berkait erat serta sebagai bagian
doktrin negara.
Oleh
karena pemerintah menitik beratkan pembaruan pada pembangunan nasional, maka
sektor demokrasi akhirnya terlantarkan. Hal ini mungkin terpaksa dilakukan oleh
karena sepeninggalan orde lama tidak satupun kekuatan non negara yang bisa
dijadikan acuan dan preferensi, serta seluruh yang tersisa mengidap kerentanan
fungsi termasuk yang melanda pers nasional. Deskripsi-deskripsi yang sering
kali ditulis oleh para pemerhati pers menyatakan bahwa kehidupan pers
diawal-awal orde baru adalah sarat dengan muatan berbagai kepentingan,
ketiadaan pers yang bebas, kehidupan pers yang ditekan dari segala penjuru
untuk dikuasai negara, wartawan bisa dibeli serta pers yang bisa dibredel
sewaktu-waktu.
Nasib
pers pada masa ideologisasi keamanan ini sangat sulit, karena pers harus
bertindak dalam kerangka yang buram. Kerangka yang diterapkan kepada pers
adalah bagaimana pers mengalami sebuah bentuk penekanan secara tidak langsung.
Artinya, pemisahan antara kebebasan dan tanggungjawab. Orde Baru tidak
memformulasikan kebebasan pers yang bertanggung jawab. Artinya, tanggung jawab
adalah garis batas kebebasan dan sebaliknya tidak kurang benarnya yakni
kebebasan adalah garis batas tanggung jawab. Tanpa kebebasan tidak mungkin
menuntut tanggung jawab dan tanpa tanggung jawab tidak mungkin menuntut
kebebasan, tetapi dengan rumusan pers bebas dan bertanggung jawab.
Dari berbagai sumber
No comments:
Post a Comment