Asal Usul Gajah Mada Dari
Kerinci ?
Sejarawan Jambi, Fachrudin Saudagar,
menegaskan adanya Tambo Adat Hiang Tinggi di kabupaten Kerinci akan sangat berguna
jika diteliti untuk menguak asal usul Patih Gajah Mada dan posisi letak
kerajaan Sriwijaya yang sesungguhnya.
“Saya sebenarnya baru tahu tentang Tambo adat
masyarakat Hiang di Kerinci ini. Karena itulah saya pikir Tambo ini sangat
berguna dan layak jadi referensi penting penelitian sejarah Melayu Jambi
sekaligus rekam jejak sejarah perjalanan bangsa ini di masa lampau,” kata
sejarawan budayawan dosen Universitas Jambi (Unja), Fachrudin Saudagar, di
Jambi
Menurutnya, Tambo Adat yang
berisi tentang silsilah yang memaktub nama Gajah Mada berasal dari Kerinci itu
adalah salah satu fakta pula kalau sesungguhnya kerajaan Sriwijaya dulunya
adalah kerajaan Melayu yang berada Jambi.
“Kalau ternyata memang dari Tambo
ini disimpulkan Gajah Mada berasal dari Kerinci, maka semakin memperkuat fakta
sejarah kalau sesungguhnya kerajaan Sriwijaya itu sesungguhnya adalah afiliasi
dari kerajaan Melayu yang berubah nama jadi Sriwijaya karena berhasil mencapai
masa kejayaannya,” terangnya.
Sebagaimana diketahui, katanya,
kerajaan Melayu dengan raja terakhirnya bernama Tun Telanai, seperti juga
tercantum di prasasti Campa di Thailand, berpusat di sungai Batanghari Jambi
sebagaimana hipotesa para peneliti dan ahli sejarah selama ini.
Diakui Fachrudin, memang selama ini
para ahli dan peneliti sejarah masih mempolemikkan tentang letak pusat kerajaan
Sriwijaya yang pernah menyatukan nusantara pada masa lampau itu. Mereka
membedakan kedua kerajaan itu yang masing-masingnya berada di daerah yang
berbeda koordinat yang beda tapi pada topografi geografis yang sama.
Masih sangat misteri apakah
Sriwijaya itu berada di sungai lain di Sumatera seperti yang dikatakan peneliti
Perancis dan Eropa, atau berada di sungai Batanghari Jambi yang sepanjang
DAS-nya memang banyak ditemukannya situs sejarah dan peninggalan masa lampau
oleh para peneliti tanah air sekarang ini.
Lebih jauh, dia menilai, memang dari
runutan sejarah kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 hingga 9 masehi jauh lebih
tua dari Mataram, apalagi Majapahit pada abad ke-11 hingga 14 masehi di Pulau
Jawa seperti yang tertulis di Tambo Adat Hiang Tinggi. Para ahli sejarah juga
berpendapat Gajah Mada memang bukan berasal dari Jawa melainkan daerah lain
khususnya Sumatera.
“Daerah-daerah lain memang banyak
yang mengklaim Gajah Mada berasal dari derahnya, tidak hanya daerah di Sumatera
tapi juga Kalimantan, Bali dan Lombok, namun semua klaim itu mentah karena
tidak didukung oleh fakta dan data, apalagi data tertulis berupa Tambo berisi
silsilah seperti yang dimiliki Kerinci hingga saat ini,” terang Fachrudin.
Karena itulah, tegasnya, sangat besar kemungkinan Gajah Mada memang berasal
dari Kerinci. Selain bukti tertulis itu, asal usul Gajah Mada juga merujuk pada
catatan perjalanan sejarah kerajaan Melayu Jambi sendiri pada masa lampau yang
menyebutkan pernah terjadi Ekspedisi Pamalayu yang menurut Fachrudin bukanlah
ekspedisi penaklukan seperti persepsi para peneliti Eropa sebelumnya.
“Pasalnya dari kitab Pararaton di
Jawa hanya disebut ‘Jawa ngandon eng Malayu’ yang arti harfiahnya adalah Jawa
berkunjung ke Melayu. Jelas di sini tidak disebut adanya ekspedisi militer atau
perang penaklukan, apalagi hingga kini memang tidak ditemukan adanya bukti
sejarah yang memperkuat kalau memang pernah terjadi peperangan penaklukan di
daerah-daerah Melayu di Sumatera,” papar Fachrudin.
Justru yang ditemukan, tambahnya,
adalah bukti-bukti penaklukan kerajaan Sriwijaya yang merupakan pusat agama
Budha masa itu oleh kerajaan Cola India pada abad ke-9 yakni berupa
ditemukannya patung milik tentara Cola yakni arca dewi Laksmi yang merupakan
salah satu dewa agama Hindu yang dtitemukn di Sungai batanghari.
Fachrudin menyebutkan hipotesanya
kalau pada masa ‘ngandon’ itulah Gajah Mada meninggalkan Jambi dan berpindah ke
Mataram hingga akhirnya dia diangkat jadi Patih di Majapahit yang berhasil
menyatukan seluruh nusantara.
Menurut Fachrudin, spirit sumpah
Palapa yang diucapkan tentu juga didasari oleh latar belakang kepribadian dan
sejarah perjalanan hidup Gajah Mada sendiri yang semasa mudanya sudah melihat
kejayaan Melayu yang berhasil menyatukan nusantara sampai akhirnya disebut
Sriwijaya.
Hal itu telah menginspirasi visi dan
misi politiknya karena mustahil seseorang bisa melakukan sesuatu tanpa ada yang
menginspirasinya. “Seperti ditulis M Yamin, kalau saat itu sepulangnya dari
kunjungan ke Melayu itu juga membawa dua putri Sumatera yakni Dara Petak dan
Dara Jingga ke Jawa. Hipotesanya saat itulah Gajah Mada ikut serta karena bisa
jadi saat itu dia termasuk barisan pengawal atau pendamping kedua putri itu,”
terangnya.
Menurut Fachrudin, berbagai pihak
khususnya pemerintah dalam hal ini Kemenbudpar, seharusnya merespon dinamika sejarah
dengan berbagai temuan baru ini dengan positif.
Dengan demikian, bisa dilakukan penelitian mendalam terhadap keberadaan sejarah
bangsa di masa lampau yang hingga kini masih banyak menyimpan misteri, hingga
terungkap dan jadi jati diri kebanggaan generasi membangun identitasnya di masa
mendatang.
Sumber
: reckyfraleo.blogspot.com