Selama
ini, konsep sentralisasi telah mengakibatkan perkembangan pariwisata di seluruh
indonesia tidak berkembang optimal. Maka, berakhirnya rezim otoriter Orde Baru,
memunculkan kesadaran sekaligus tuntutan baru terhadap pemberian hak, wewenang,
dan kewajiban kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
pemerintahan serta kepentingan masyarakatnya di mana pariwisata daerah dapat
dipromosikan sesuai kebutuhan daeah tersebut dengan bantuan pusat.
Sejak
diberlakukannya UU no. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah yang satu
paket dengan UU no. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan
daerah, bangsa Indonesia sedang menghadapi suatu era perubahan yang mendasar
dalam pembangunan nasional. Perubahan tersebut pada prinsipnya menyangkut
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas
desentralisasi atau penyelenggaraan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung
jawab kepada daerah setingkat kabupaten.
Ada
empat hal yang harus dilakukan para pelaku pariwisata untuk menghadapi
perubahan tersebut. Pertama, latar
belakang munculnya otonomi daerah; kedua, apa saja yang diatur dalam UU no.
22/1999; ketiga, mencoba menemukan berbagai kelemahan dan kekuatan pariwisata
kita selama ini; keempat, membuat berbagai analisis kemungkinan yang akan
terjadi dengan penerapan UU no. 22/1999; dan kelima, bagaimana insan pariwisata
harus bersikap terhadap kemungkinan-kemungkinan tersebut.
Perkembangan
pariwisata Sumatera Barat ditunjukan oleh jumlah kunjungan wisatawan selama
2000-2005. Jumlah wisatawan yang datang ke Sumatera Barat meningkat dari
381.764 orang tahun 2000 menjadi 4.360.361 orang pada tahun 2005. Wisatawan
yang mengunjungi Sumatera Barat tahun 2005 terdiri atas 4.272.382 orang
wisatawan nusantara dan 87.979 orang wisatawan mancanegara. Gambaran ini
memperlihatkan bahwa pariwisata memiliki prospek yang cukup besar pula sebagai
kekuatan ekonomi Sumatera Barat (Dinas Pariwisata Prov. Sumbar, 2009).
Dalam
pengembangan pariwisata, Sumatera Barat menghadapi beberapa masalah antara
lain: objek dan paket-paket wisata yang ditawarkan masih kalah bersaing dari
daerah lainnya. Objek-objek wisata yang ada kurang terpelihara dengan baik,
bahkan banyak yang terlantar karena rendahnya kemampuan pengelolaan dan hasil
yang diperoleh. Kreativitas dan inovasi masyarakat tidak tumbuh dan berkembang
sejalan dengan kebijakan pengembangan pariwisata yang direncanakan pemerintah
daerah. Disamping itu paket-paket wisata yang ada belum dikelola secara
profesional, sehingga tidak banyak wisatawan yang datang secara berombongan.
Sejak
lama bangsa ini mengalami persoalan pada konsep sentralisasi dalam pembangunan.
Selama 30 tahun lebih, berbagai daerah merasakan ketidakadilan semata yang
kemudian mengakibatkan kecemburuan dan melahirkan gerakan-gerakan pemisahan
diri dari bagian integral Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai akibatnya
adalah semua bidang pembangunan menjadi bangunan rapuh yang siap runtuh saat
diterjang badai. Praktek-praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme menjadi sebuah
budaya yang nyata antara pengusaha dan penguasa. Bidang-bidang bisnis hanya
dikuasai oleh beberapa orang saja yang dekat dengan pemerintah. Persoalan ini di
daerah semakin rumit karena apa yang terjadi di tingkat pusat berakumulasi
dengan lebih hebat di daerah.
Keindahan
alam Sumatera Barat dengan objek-objek yang masih alamiah, yang tidak kalah
dari objek wisata daerah lain, kurang diketahui oleh calon wisatawan baik
wisatawan domestik maupun wisatawan luar negeri. Para pelaku usaha dan
pemerintah belum intensif mengembangkan sistem promosi terintegrasi yang
melibatkan banyak pihak. Belum
terintegrasinya seni budaya dengan paket-paket wisata yang ditawarkan
oleh biro-biro perjalanan sehingga wisatawan tidak mendapatkan sajian yang
menarik dari kunjungannya. Akibatnya lama tinggal wisatawan yang datang masih
tetap rendah. Oleh karena itu dimasa datang pengembangan pariwisata harus
dikemas dalam suatu bentuk program pengembangan industri pariwisata yang
memanfaatkan secara maksimal potensi sumberdaya lokal dalam rangka menghasilkan
produk yang diinginkan wisatawan (rpjm
2006-2010).
Industri pariwisata secara langsung
atau tidak langsung mempunyai dampak atau pengaruh dibidang sosial dan ekonomi.
Pengaruh yang ditimbulkan tersebut dapat berupa pengaruh
positif maupun negatif terhadap kehidupan masyarakat setempat. Untuk mencegah
perubahaan itu menuju ke arah negatif maka diperlukan suatu perencanaan yang
mencakup aspek sosial dan ekonomi, sehingga sedapat mungkin masyarakat setempat
ikut terlibat di dalam perencanaan dan pengembangan pariwisata. Hal ini perlu
dilakukan untuk mendukung keberhasilan pengembangan daerah wisata yang
bersangkutan.
Krisis
ekonomi indonesia tahun 1998 membuat kesadaran baru terhadap tuntutan daerah
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat lokal berdasarkan
aspirasinya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hadirnya UU no.
22/1999 bagaimanapun ditujukan untuk menghadapi perkembangan keadaan, baik di
dalam maupun di luar negeri, sebagai tantangan untuk menghadapi era
globalisasi. Prinsip dari kebijakan tersebut adalah kesadaran akan perlunya
otonomi daerah dengan memberikan wewenang yang luas, nyata, dan
bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional, yang diwujudkan dengan
pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan
keuangan pusat dan daerah sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta
masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta potensi keanekaragaman daerah yang
dilaksanakan dalam kerangka negara kesatuan republik indonesia.
Dari
segi substansi, undang-undang tersebut setidaknya mengatur, antara lain
mengenai pembagian daerah, pembentukan dan susunan daerah, kewenangan daerah,
bentuk dan susunan pemerintahan daerah, peraturan daerah dan keputusan kepala
daerah, hingga masalah kepegawaian daerah, keuangan daerah, pembinaan dan
pengawasan dan dewan pertimbangan otonomi daerah.
UU
otonomi daerah tentu memberikan dampak terhadap pengembangan dan perkembangan
industri pariwisata di Sumatera Barat. Berikut disajikan paparan singkat
peluang, kendala, dan strategi yang akan dihadapi dan harus dilakukan oleh
industri pariwisata dalam menghadapi pemberlakuan UU no. 22 tahun 1999 tentang
pemerintahan daerah dan UU no. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat
dan daerah.
Peluang
dalam kegiatan pengembangan pariwisata di daerah Sumatera Barat adalah:
- Seluruh kabupaten/kota di Sumatera Barat memiliki potensi kepariwisataan yang layak dijual.
- Memiliki potensi pariwisata yang kaya dan beragam, mencakup jenis wisata alam, laut, sungai, gunung, flora dan fauna, budaya, sejarah, agama, aneka seni atraksi, konvensi, pameran, olahraga, dan sebagainya.
- Letak gografis yang strategis.
- Budaya masyarakat yang adaptif dan terbuka terhadap orang luar dan perubahan baru.
- Aksesibilitas di beberapa daerah yang sudah mulai cukup memadai.
Kendala
dalam kegiatan pengembangan pariwisata di daerah:
- Banyak daerah yang sebenarnya belum siap mengembangkan kewenangan otonomi daerah.
- Belum ada kepastian hukum.
- Banyak kebijakan dan peraturan baru di daerah yang tidak kondusif untuk melakukan investasi.
- Kesadaran dan rasa kepemilikan masyarakat terhadap pariwisata masih relatif rendah, citra keamanan yang relatif masih negatif.
Salah
satu daerah tujuan wisata favorit yang terdapat di wilayah propinsi Sumatera
Barat yaitu kota Padangpanjang. Kota panjangpanjang dinilai
mempunyai potensi yang cukup tinggi dalam memberikan kontribusi terhadap
peningkatan PDRB Padangpanjang. Dengan kondisi tersebut pemerintah kota Padangpanjang
dipacu untuk meningkatkan kualitas kawasan wisata dengan pembangunan dan
perbaikan sarana serta prasarana penunjang wisata, agar jumlah wisatawan yang
berkunjung ke dalam kawsan semakin meningkat.
Pemerintah
kota Padangpanjang telah mengembangkan beberapa objek wisata, salah satu
diantaranya adalah MIFAN Waterpark (Minangkabau
Fantasi). Objek wisata Minangkabau Fantasi merupakan salah satu
objek wisata yang diminati oleh wisatawan dalam propinsi Sumatera Barat, dan
wisatawan yang berasal dari propinsi terdekat (provinsi sumatera bagian
tengah). Keberadaan objek wisata Minangkabau Fantasi secara langsung atau tidak
langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan
dan masyarakat Padangpanjang secara keseluruhan karena dengan keberadaan Mifan
Waterpark jumlah wisatawan yang datang ke kota padangpanjang meningkat menjadi lebih
dari 300%.
note :
#merupakan tugas penulis dalam mata kuliah Sejarah Pariwisata
#dari berbagai sumber
No comments:
Post a Comment