Monday, August 24, 2015

Masa Kepemimpinan Penemu Rafflesia di Nusantara

Sejak tahun 1800, blokade Inggris terhadap Belanda semakin memuncak. Kedudukan-kedudukan Belanda yang ada di luar Jawa (hanya Ambon yang agak kuat) diserang Inggris.  Sehubungan dengan sentralisasi kekuasaan yang semakin besar, maka Napoleon Bonaperte mengangkat adiknya, Louis Napoleon sebagai penguasa di negeri Belanda pada tahun 1806. Pada tahun 1808, Louis mengirim Marsekal Herman Willem Daendels ke Batavia untuk menjadi Gubernur jenderal (1808-1811) dan untuk memperkuat pertahanan Jawa sebagai basis melawan Inggris di Samudera Hindia.

Dalam perjalanannya Daendels tidak membawa pasukan baru bersamanya bahkan memakai bendera Amerika untuk menghindari serangan atau hadangan Inggris di India. Dengan tidak adanya pasukan yang dibawa dia segera membentuk pasukan yang terdiri dari sebagian besar terdiri atas orang-orang Indonesia, berjumlah dari 4000 menjadi 18000 orang


Pada 1811, Thomas Stamford Raffles disertakan dalam rombongan ekspedisi ke tanah Jawa sebagai Letnan Gubernur di bawah perintah Gubernur Jenderal (di India) Sir Gilbert Elliot Murray-Kynyn-mond atau yang lebih dikenal dengan nama Lord Minto, hingga 1817. Lord Minto menyukai Raffles karena kecerdikanya, keterampilan, dan kemampuannya dalam berbahasa Melayu, sehingga ia dikirim ke Malaka. Tidak lama setelah tiba di tanah Jawa pasca Perancis menguasai Kerajaan Belanda, Raffles mengatur ekspedisi melawan militer Belanda di Jawa. Penyerbuan itu dipimpin oleh Admiral Robert Stopford, Jenderal Watherhall, Kolonel Gillespie

Dengan berakhirnya kekuasaan Belanda-Prancis, maka diadakanlah perjanjian kapitulasi tuntang, pada tanggal 18 September 1811 sebagai berikut :
1.      Seluruh Jawa diserahkan kepada Inggris.
2.      Semua serdadu menjadi tawanan dan semua pegawai yang mau kerja sama dengan Inggris, dapat memegang jabatan terus.
3.      Semua hutang-piutang pemerintah belanda yang dulu, tidak akan ditanggung oleh Inggris.
Seminggu sebelum Kapitulasi Tuntang, Raffles telah diangkat sebagai Letnan Gubernur Jenderal namun pusat kendali tetap berada di Calcuta

Thomas Stamford Raffles pernah menjadi Gubernur Jenderal pada masa yang sangat singkat di Jawa yaitu mulai tahun 1811 sampai dengan 1816. Selama kepemimipinannya, Raffles mengubah sistem tanam paksa (culture stelsel) yang diberlakukan colonial Belanda, yaitu sistem kepemilikan tanah yang kemungkinan besar dipengaruhi oleh tulisan awal Dirk van Hogendorp, dengan kebijakan landrente.

13 agustus 1814 diberlakukan konvensi London yang memuat bahwa seluruh wilayah yang pernah dikuasai Belanda harus dikembalikan kepada pihak Inggris tetapi tidak berlaku atas Bangka, Belitung, dan Bengkulu. Sebenarnya Raffles tidak menerima hal ini karena kekayaan Hindia-Belanda sanagat menguntungkan pihak Inggris, naumun ia terpaksa menandatanganinya yang merupakan bagian dari penyusunan kembali secara menyeluruh urusan-urusan Eropa setelah perang-perang Napoleon. Raffles akhirnya ditarik kembali ke Inggris dan digantikan oleh John Fendall yang melaksanakan keputusan konvensi London sekaligus serah terimanya. Tahun 1818 Raffles kembali ke timur untuk Jabatan barunya yaitu menjadi Gubernur Bengkulu. Setelah setahun pemerintahannya ia menggagas proyek bernama Singapore. Proyek mercusuar ini adalah pelampiasan dari rasa kekecewaannya karena penyerahan tanah Jawa kepada Belanda. Diapun akhirnya terkenal sekali sebagai pendiri Singapura.

Di Bengkulu Raffles mendirikan benteng Inggris paling besar kedua di Asia Pasifik, setelah benteng utamanya di India. Dari pendirian benteng yang permanen, kokoh dan multifungsi itu dapat dipastikan kalau Raffles memiliki cita-cita di kawasan ini. Karena parahnya gejolak politik yang mendera Eropa pada tahun 1823 ia terpaksa untuk meninggalkan Sumatra. Namun Raffles sempat mewujudkan obsesinya di Singapura dan dalam proyek botani dan satwa Hindia Timur, terutama di pulau Sumatra. Tonggak imperalis Inggris ini menggagas pendirian Raffles Museum di Singapura. Misinya adalah mencatat dan mendokumentasikan binatang dan tanaman khas yang terdapat di pulau Jawa dan Sumatra. Salah satunya adalah jenis tanaman bunga sekaligus nama Raffles diabadikan sebagai nama bunga itu, yaitu Rafflesia Arnoldii.

Berakhirnya pemerintahan Raffles karena kondisi eropa sudah tidak mendukung. Kedudukan Napoleon telah goyah, dan Belanda telah bangkit untuk melawan Perancis. Ujungnya terselesaikan pada 1824 yang disepakati di London. Britania berjanji tidak akan lagi campur tangan di Sumatra atau pulau-pulau lain di kepalauan Indonesia. Begitu juga orang Belanda berjanji menghormati kemerdekaan Aceh, tapi sekaligus bertekad melindungi pelayaran di sekitar ujung utara Sumatra dari perompak-perompak Aceh. Perjanjian 1824 mengakhiri kekuasaan Britania atas Bengkulu (Vlekke, 2008). Hingga akhirnya Nusantara kembali di bawah kekuasaan Belanda yang dengan sistimatik menguras serta mengkulikan penduduk Nusantara seperti yang dilakukanya sebelum Inggris datang.

dari berbagai sumber

No comments:

Post a Comment