Bendera Nasional Brunei Darussalam |
Para peneliti sejarah telah mempercayai
terdapat sebuah kerajaan lain sebelum berdirinya Kesultanan Brunei kini, yang
disebut orang Tiongkok sebagai Po-ni. Catatan orang Tiongkok dan orang Arab
menunjukkan bahwa kerajaan perdagangan kuno ini ada di muara Sungai Brunei awal
abad ke-7
atau ke-8.
Kerajaan itu memiliki wilayah yang cukup luas meliputi Sabah, Brunei dan Sarawak
yang berpusat di Brunei.
Kesultanan Brunei juga merupakan pusat perdagangan
dengan China. Kerajaan awal ini pernah ditaklukkan Kerajaan Sriwijaya
yang berpusat di Sumatra
pada awal abad ke-9 Masehi dan seterusnya menguasai Borneo utara dan gugusan
kepulauan Filipina.
Kerajaan ini juga pernah menjadi taklukan (vazal) Kerajaan
Majapahit yang berpusat di pulau Jawa.
Nama Brunai tercantum dalam Negarakertagama
sebagai daerah bawahan Majapahit. Kekuasaan Majapahit tidaklah lama karena
setelah Hayam Wuruk
wafat Brunei membebaskan diri dan kembali sebagai sebuah negeri yang merdeka
dan pusat perdagangan penting.
Pada awal abad ke-15, Kerajaan Malaka di bawah pemerintahan Parameswara
telah menyebarkan pengaruhnya dan kemudian mengambil alih perdagangan Brunei.
Perubahan ini menyebabkan agama Islam tersebar di wilayah Brunei oleh
pedagangnya pada akhir abad ke-15. Kejatuhan Melaka ke tangan Portugis
pada tahun 1511, telah menyebabkan Sultan Brunei mengambil alih kepimpinan
Islam dari Melaka, sehingga Kesultanan Brunei mencapai zaman kegemilangannya
dari abad ke-15
hinga abad ke-17 sewaktu memperluas kekuasaannya ke seluruh pulau Borneo dan ke
Filipina di sebelah utaranya. Semasa pemerintahan Sultan Bolkiah (1473-1521) yang terkenal disebabkan
pengembaraan baginda di laut, malah pernah seketika menaklukkan Manila. kesultanan Brunei
memperluas pengaruhnya ke utara hingga ke Luzon dan Sulu serta di sebelah selatan
dan barat Kalimantan;
dan pada zaman pemerintahan sultan yang kesembilan, Hassan (1605-1619), yang membangun susunan
aturan adat istiadat kerajaan dan istana yang masih kekal hingga hari ini.
Pada tahun 1658 Sultan Brunei
menghadiahkan kawasan timur laut Kalimantan kepada Sultan Sulu di Filipina
Selatan sebagai penghargaan terhadap Sultan Sulu dalam menyelesaikan perang
saudara di antara Sultan Abdul Mubin dengan Pengeran Mohidin. Persengketaan
dalam kerajaan Brunei merupakan satu faktor yang menyebabkan kejatuhan kerajaan
tersebut, yang bersumber dari pergolakan dalam disebabkan perebutan kuasa
antara ahli waris kerajaan, juga disebabkan timbulnya pengaruh kuasa penjajah
Eropa di rantau sebelah sini, yang menggugat corak perdagangan tradisi, serta
memusnahkan asas ekonomi Brunei dan kesultanan Asia Tenggara yang lain.
Pada Tahun 1839, James Brooke
dari Inggris datang ke Serawak dan menjadi raja di sana serta menyerang Brunei,
sehingga Brunei kehilangan kekuasaannya atas Serawak. Sebagai balasan, ia
dilantik menjadi gubernur dan kemudian "Rajah" Sarawak di
Barat Laut Borneo sebelum meluaskan kawasan di bawah pemerintahannya. Pada
tanggal 19 Desember 1846, pulau Labuan dan sekitarnya diserahkan
kepada James Brooke. Sedikit demi sedikit wilayah Brunei jatuh ke tangan
Inggris melalui perusahaan-perusahaan dagang dan pemerintahnya sampai wilayah
Brunei kelak berdiri sendiri di bawah protektorat Inggris sampai berdiri
sendiri tahun 1984.
Pada masa yang sama, Persekutuan Borneo Utara
Britania sedang meluaskan penguasaannya di Timur Laut Borneo. Pada tahun 1888, Brunei menjadi sebuah
negeri di bawah perlindungan kerajaan Britania dengan mengekalkan kedaulatan
dalam negerinya, tetapi dengan urusan luar negara tetap diawasi Britania. Pada
tahun 1906, Brunei menerima suatu
lagi langkah perluasan kekuasaan Britania saat kekuasaan eksekutif dipindahkan
kepada seorang residen Britania, yang menasihati baginda Sultan dalam semua
perkara, kecuali yang bersangkut-paut dengan adat istiadat setempat dan agama.
Pada tahun 1959, Brunei mendeklarasikan
kerajaan baru yang berkuasa memerintah kecuali dalam isu hubungan luar negeri,
keamanan dan pertahanan di mana isu-isu ini menjadi tanggung jawab Britania.
Percobaan untuk membentuk sebuah badan perundangan pada tahun 1962 terpaksa dilupakan karena
terjadi pemberontakan oleh partai oposisi yaitu Partai Rakyat Brunei
dan dengan bantuan Britania, pemberontakan ini berhasil diberantas. Pada akhir
1950 dan awal 1960, kerajaan Brunei ketika itu menolak rencana (walaupun pada
awalnya menunjukkan minat) untuk bergabung dengan Singapura, Sabah, Sarawak,
dan Tanah Melayu
untuk membentuk Malaysia
dan akhirnya Sultan Brunei ketika itu berkehendak untuk membentuk sebuah negara
yang merdeka.
Pada 1967, Omar
Ali Saifuddin III telah turun dari takhta dan melantik putra
sulungnya Hassanal Bolkiah,
menjadi Sultan Brunei ke-29. Baginda juga berkenan menjadi Menteri Pertahanan
setelah Brunei mencapai kemmerdekaan penuh dan disandangkan gelar Paduka Seri Begawan Sultan.
Pada tahun 1970,
pusat pemerintahan negeri Brunei Town, telah diubah namanya menjadi Bandar
Seri Begawan untuk mengenang jasa baginda. Baginda
mangkat pada tahun 1986.
Pada 4 Januari 1979, Brunei dan Britania Raya
telah menandatangani Perjanjian Kerjasama dan
Persahabatan. Pada 1 Januari 1984, Brunei Darussalam telah
berhasil mencapai kemerdekaan sepenuhnya.
Saat ini Brunei memiliki wilayah yang lebih
kecil daripada masa lalu, dengan berbatasan dengan Serawak dari sebelah barat
sampai timur wilayah itu, serta sebelah utara berbatasan dengan Laut Cina
Selatan.
dari berbagai sumber
No comments:
Post a Comment