gambar dari www.purwokertoantik.com |
Dewasa
ini, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sangat pesat. Pers pun
ikut berkembang dan menyesuaikan perkembangan politik, ekonomi, sosial, budaya
dan teknologi yang ada saat ini. Pada awalnya, komunikasi antar manusia sangat
bergantung pada komunikasi dari mulut ke mulut sebelum adanya penemuan mesin
cetak oleh Johannes Gutenberg. Namun kini kita bisa mendapatkan informasi
dimanapun dan kapanpun dengan mudahnya. Sistem pers di Indonesia pun berkembang
sesuai masa siapa yang mengusai. Tidak dapat dipungkiri jika pers di Indonesia
telah mengalami masa perkembangan yang begitu lama dan terbilang heroik.
Setidaknya ada beberapa masa dimana sistem sangat berpengaruh terhadap
perkembangan perkembangan pers dewasa ini.
Sejarah
telah mencatat bahwa pers di Indonesia lahir saat masa kolonial. Ditandai
dengan terbitnya media massa yang pertama kali muncul pada Era Kolonial Belanda
bernama Bataviasche Nouvelles. Pers
dengan segala sistemnya berkembang dengan tujuan yang menguntungkan pihak
kolonial saja. Hal ini terjadi karena memang pers saat itu dikuasai oleh
kolonial.
Pada mulanya pers terbit sebagai
bagian usaha Orang Belanda dan menjadi pembawa kepentingan perusahaan
perkebunan dan Industri minyak. Isinya belum mencerminkan persoalan-persoalan
politik masa itu, karena memang sejak semula Pemerintah Hindia Belanda mengatur
berita-berita yang tidak berbahaya bagi pemerintahannya sendiri. Pers Belanda
sendiri sejak semula merupakan pers Resmi karena isinya harus disetujui oleh
Pemerintah.
Secara umum dapat dikatakan, isi
surat kabar dan Majalah Hindia Belanda berhaluan Politik Netral. Namun, sejak
akhir abad ke-19 mulai kelihatan adanya mingguan yang bercorak dan berdasar
suatu program Politik. Karangan-karangan di Surat Kabar pun mulai bersikap
kritis terhadap politik kolonial Belanda di Indonesia. Diantara Majalah yang
mulai berpolitik antara lain Bondsblad, terbit pertama kali pada tahun
1897. Sebagai pembawa suara Indische Bond, yaitu perkumpulan kaum
Indo-Belanda yang memperjuangkan Hindia Belanda sebagai Tanah Airnya dan
mengusahakan perlakuan yang sama dalam bidang politik bagi Mereka.
Saat Jepang datang ke Indonesia,
surat kabar-surat kabar yang ada di Indonesia sedikit demi sedikit mulai
diambil alih. Tujuannya adalah agar pemerintah Jepang dapat memperketat
pengawasan terhadap isi surat kabar. Kantor berita Antara pun diambil alih dan
diteruskan oleh kantor berita Yashima dan selanjutnya berada dibawah pusat pemberitaan
Jepang, yakni Domei. Pada waktu itu surat kabar Belanda tidak boleh terbit,
wartawannya ditangkap dan dipenjara, jikapun ada wartawan-wartawan Indonesia
pada saat itu hanya bekerja sebagai pegawai, sedangkan yang diberi pengaruh
serta kedudukan adalah wartawan yang sengaja didatangkan dari Jepang. Pada masa
itu surat kabar hanya bersifat propaganda dan memuji-muji pemerintah dan
tentara Jepang. Pemerintah pendudukan Jepang lalu menerbitkan surat kabar dan
sebangsanya untuk kepentingan Pemerintah Pendudukan Balatentara Jepang . Salah
satunya adalah majalah Djawa Baroe
yang berisi tentang propaganda Jepang.
Awal
tahun 1960 penekanan kebebasan pers diawali dengan peringatan Menteri Muda
Maladi bahwa langkah-langkah tegas akan dilakukan terhadap surat kabar,
majalah-majalah, dan kantor-kantor berita yang tidak menaati peraturan yang
diperlukan dalam usaha menerbitkan pers nasional.
Tahun 1964 kondisi
kebebasan pers Indonesia makin buruk karena Kementerian Penerangan dan
badan-badannya mengontrol semua kegiatan pers. Perubahan ada hampir tidak lebih
sekedar perubahan sumber wewenang, karena sensor tetap ketat dan dilakukan
secara sepihak. Tindakan penekanan terhadap kemerdekaan pers oleh penguasa Orde
Lama bertambah dengan meningkatnya ketegangan dalam pemerintahan. Tindakan
penekanan ini merosot ketika ketegangan dalam pemerintahan menurun. Lebih-lebih
setelah percetakan diambil alih pemerintah dan wartawan wajib untuk berjanji
mendukung politik pemerintah, sehingga sangat sedikit pemerintah melakukan
tindakan penekanan kepada pers.
#dari berbagai sumber
#dari berbagai sumber
No comments:
Post a Comment