Saturday, September 12, 2015

Perkembangan Pariwisata Sumatera Barat Setelah Otonomi Daerah


Selama ini, konsep sentralisasi telah mengakibatkan perkembangan pariwisata di seluruh indonesia tidak berkembang optimal. Maka, berakhirnya rezim otoriter Orde Baru, memunculkan kesadaran sekaligus tuntutan baru terhadap pemberian hak, wewenang, dan kewajiban kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri pemerintahan serta kepentingan masyarakatnya di mana pariwisata daerah dapat dipromosikan sesuai kebutuhan daeah tersebut dengan bantuan pusat.


Sejak diberlakukannya UU no. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah yang satu paket dengan UU no. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, bangsa Indonesia sedang menghadapi suatu era perubahan yang mendasar dalam pembangunan nasional. Perubahan tersebut pada prinsipnya menyangkut penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas desentralisasi atau penyelenggaraan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah setingkat kabupaten.

Ada empat hal yang harus dilakukan para pelaku pariwisata untuk menghadapi perubahan tersebut. Pertama, latar belakang munculnya otonomi daerah; kedua, apa saja yang diatur dalam UU no. 22/1999; ketiga, mencoba menemukan berbagai kelemahan dan kekuatan pariwisata kita selama ini; keempat, membuat berbagai analisis kemungkinan yang akan terjadi dengan penerapan UU no. 22/1999; dan kelima, bagaimana insan pariwisata harus bersikap terhadap kemungkinan-kemungkinan tersebut.

Perkembangan pariwisata Sumatera Barat ditunjukan oleh jumlah kunjungan wisatawan selama 2000-2005. Jumlah wisatawan yang datang ke Sumatera Barat meningkat dari 381.764 orang tahun 2000 menjadi 4.360.361 orang pada tahun 2005. Wisatawan yang mengunjungi Sumatera Barat tahun 2005 terdiri atas 4.272.382 orang wisatawan nusantara dan 87.979 orang wisatawan mancanegara. Gambaran ini memperlihatkan bahwa pariwisata memiliki prospek yang cukup besar pula sebagai kekuatan ekonomi Sumatera Barat (Dinas Pariwisata Prov. Sumbar, 2009).

Dalam pengembangan pariwisata, Sumatera Barat menghadapi beberapa masalah antara lain: objek dan paket-paket wisata yang ditawarkan masih kalah bersaing dari daerah lainnya. Objek-objek wisata yang ada kurang terpelihara dengan baik, bahkan banyak yang terlantar karena rendahnya kemampuan pengelolaan dan hasil yang diperoleh. Kreativitas dan inovasi masyarakat tidak tumbuh dan berkembang sejalan dengan kebijakan pengembangan pariwisata yang direncanakan pemerintah daerah. Disamping itu paket-paket wisata yang ada belum dikelola secara profesional, sehingga tidak banyak wisatawan yang datang secara berombongan.

Sejak lama bangsa ini mengalami persoalan pada konsep sentralisasi dalam pembangunan. Selama 30 tahun lebih, berbagai daerah merasakan ketidakadilan semata yang kemudian mengakibatkan kecemburuan dan melahirkan gerakan-gerakan pemisahan diri dari bagian integral Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai akibatnya adalah semua bidang pembangunan menjadi bangunan rapuh yang siap runtuh saat diterjang badai. Praktek-praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme menjadi sebuah budaya yang nyata antara pengusaha dan penguasa. Bidang-bidang bisnis hanya dikuasai oleh beberapa orang saja yang dekat dengan pemerintah. Persoalan ini di daerah semakin rumit karena apa yang terjadi di tingkat pusat berakumulasi dengan lebih hebat di daerah.

Keindahan alam Sumatera Barat dengan objek-objek yang masih alamiah, yang tidak kalah dari objek wisata daerah lain, kurang diketahui oleh calon wisatawan baik wisatawan domestik maupun wisatawan luar negeri. Para pelaku usaha dan pemerintah belum intensif mengembangkan sistem promosi terintegrasi yang melibatkan banyak pihak. Belum terintegrasinya seni budaya dengan paket-paket wisata yang ditawarkan oleh biro-biro perjalanan sehingga wisatawan tidak mendapatkan sajian yang menarik dari kunjungannya. Akibatnya lama tinggal wisatawan yang datang masih tetap rendah. Oleh karena itu dimasa datang pengembangan pariwisata harus dikemas dalam suatu bentuk program pengembangan industri pariwisata yang memanfaatkan secara maksimal potensi sumberdaya lokal dalam rangka menghasilkan produk yang diinginkan wisatawan (rpjm 2006-2010).

Industri pariwisata secara langsung atau tidak langsung mempunyai dampak atau pengaruh dibidang sosial dan ekonomi. Pengaruh yang ditimbulkan tersebut dapat berupa pengaruh positif maupun negatif terhadap kehidupan masyarakat setempat. Untuk mencegah perubahaan itu menuju ke arah negatif maka diperlukan suatu perencanaan yang mencakup aspek sosial dan ekonomi, sehingga sedapat mungkin masyarakat setempat ikut terlibat di dalam perencanaan dan pengembangan pariwisata. Hal ini perlu dilakukan untuk mendukung keberhasilan pengembangan daerah wisata yang bersangkutan.

Krisis ekonomi indonesia tahun 1998 membuat kesadaran baru terhadap tuntutan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat lokal berdasarkan aspirasinya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hadirnya UU no. 22/1999 bagaimanapun ditujukan untuk menghadapi perkembangan keadaan, baik di dalam maupun di luar negeri, sebagai tantangan untuk menghadapi era globalisasi. Prinsip dari kebijakan tersebut adalah kesadaran akan perlunya otonomi daerah dengan memberikan wewenang yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional, yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta potensi keanekaragaman daerah yang dilaksanakan dalam kerangka negara kesatuan republik indonesia.

Dari segi substansi, undang-undang tersebut setidaknya mengatur, antara lain mengenai pembagian daerah, pembentukan dan susunan daerah, kewenangan daerah, bentuk dan susunan pemerintahan daerah, peraturan daerah dan keputusan kepala daerah, hingga masalah kepegawaian daerah, keuangan daerah, pembinaan dan pengawasan dan dewan pertimbangan otonomi daerah.

UU otonomi daerah tentu memberikan dampak terhadap pengembangan dan perkembangan industri pariwisata di Sumatera Barat. Berikut disajikan paparan singkat peluang, kendala, dan strategi yang akan dihadapi dan harus dilakukan oleh industri pariwisata dalam menghadapi pemberlakuan UU no. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan UU no. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Peluang dalam kegiatan pengembangan pariwisata di daerah Sumatera Barat adalah:
  • Seluruh kabupaten/kota di Sumatera Barat memiliki potensi kepariwisataan yang layak dijual.
  • Memiliki potensi pariwisata yang kaya dan beragam, mencakup jenis wisata alam, laut, sungai, gunung, flora dan fauna, budaya, sejarah, agama, aneka seni atraksi, konvensi, pameran, olahraga, dan sebagainya.
  • Letak gografis yang strategis.
  • Budaya masyarakat yang adaptif dan terbuka terhadap orang luar dan perubahan baru.
  • Aksesibilitas di beberapa daerah yang sudah mulai cukup memadai.
Kendala dalam kegiatan pengembangan pariwisata di daerah:
  • Banyak daerah yang sebenarnya belum siap mengembangkan kewenangan otonomi daerah.
  • Belum ada kepastian hukum.
  • Banyak kebijakan dan peraturan baru di daerah yang tidak kondusif untuk melakukan investasi.
  • Kesadaran dan rasa kepemilikan masyarakat terhadap pariwisata masih relatif rendah, citra keamanan yang relatif masih negatif.
Salah satu daerah tujuan wisata favorit yang terdapat di wilayah propinsi Sumatera Barat yaitu kota Padangpanjang. Kota panjangpanjang dinilai mempunyai potensi yang cukup tinggi dalam memberikan kontribusi terhadap peningkatan PDRB Padangpanjang. Dengan kondisi tersebut pemerintah kota Padangpanjang dipacu untuk meningkatkan kualitas kawasan wisata dengan pembangunan dan perbaikan sarana serta prasarana penunjang wisata, agar jumlah wisatawan yang berkunjung ke dalam kawsan semakin meningkat. 

Pemerintah kota Padangpanjang telah mengembangkan beberapa objek wisata, salah satu diantaranya adalah MIFAN Waterpark (Minangkabau Fantasi). Objek wisata Minangkabau Fantasi merupakan salah satu objek wisata yang diminati oleh wisatawan dalam propinsi Sumatera Barat, dan wisatawan yang berasal dari propinsi terdekat (provinsi sumatera bagian tengah). Keberadaan objek wisata Minangkabau Fantasi secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan dan masyarakat Padangpanjang secara keseluruhan karena dengan keberadaan Mifan Waterpark jumlah wisatawan yang datang ke kota padangpanjang meningkat menjadi lebih dari 300%.

note :
#merupakan tugas penulis dalam mata kuliah Sejarah Pariwisata 
#dari berbagai sumber

No comments:

Post a Comment